Minggu, 08 Januari 2017

Sholat Jenazah DAN Sholat Gaib

Sholat Jenazah DAN Sholat Gaib


I. TATA CARA Solat Jenazah

1. a. Niat salat Jenazah laki-laki sebagai berikut:
اصلي علي هذا الميت لله تعالي
b. Niat shalat janazah Perempuan sebagai berikut:
اصلي علي هذه الميتة لله تعالي
c. Apabila dilakukan Beroperasi berjemaah, Jumlah Harga: Tambahkan kata ma'muman ATAU imaman (sesuai POSISI Andari) SEBELUM kata lillahi ta'ala.

2. Salat janazah dilakukan DENGAN Berdiri Saja. Tanpa Duduk.
3. Jangka Waktu takbir shalat Jenazah ADA Empat.
Sebuah. Takbir Pertama membaca: Surat Al Fatihah
b. Takbir kedua membaca sholawat Nabi. Contoh, allahumma Solli ala Sayyidina Muhammad
اللهم صل علي سيدنا محمد
c. Takbir Ketiga membaca doa untuk review Mayit. Contoh, allahumma ighfir lahu (laha) wa afihi wa'fu 'anhu
اللهم اغفر له وعافه واعف عنه
d. Takbir keempat membaca salam sbb: warahmatullahi wabarakatuh assalamualaikum

Niat Yang Lengkap (hukumnya sunnah):
أصلي علي هذا الميت أربع تكبيرات فرض الكفاية لله تعالي

II. TATA CARA solat Jenazah GHAIB

Tata Cara salat ghaib PADA dasarnya sama yang terus menerus DENGAN salat Jenazah Yang Hadir Yaitu sama-sama dilakukan DENGAN Berdiri Saja Dan takbirnya ADA Empat takbir.

Yang Sedikit BERBEDA Adalah niatnya Dan situasinya.

1. Niat salat Jenazah ghaib Adalah ushalli ala al mayyiti al ghaibi lillahi ta'ala
اصلي علي الميت الغائب لله تعالي
2. Salat ghaib dilakukan apabila Mayit Sudah dimakamkan ATAU yang mau mensalati berada di Tempat lain.


AKU AKU AKU. TATA CARA, DAN Bacaan Solat Jenazah YANG disunnahkan
Doa dan Bacaan Yang dibaca Saat shalat Jenazah PADA poin saya Sudah Cukup Dan sah. Berikut tata Cara / Perilaku Dan Bacaan Yang lebih lengkap Yang disunnahkan dibaca.

1. Mengangkat kedua Telapak serbi Sampai sebatas bahu, Lalu meetakkannya di ANTARA dada Dan pusar PADA SETIAP takbir.
2. Menyempurnakan lafadz Niat sebagai berikut: Ushalli 'ala hadzal mayyiti (kalau Mayit laki-lai) ATAU Ushalli' ala hadzihil maytati (kalau Mayit Perempuan) fardhal kifayati (makmuman / imaman) lillahi ta'ala.

أصلي علي هذا الميت فرض الكفاية لله تعالي

3. Memelankan fatihah Bacaan.
4. Membaca ta'awwudz ( 'dst a'udzubillah) SEBELUM membaca al Fatihah PADA takbir Pertama

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
5. TIDAK membaca do'a iftitah (kabiron wal hamdulillahi katsiron .. dst) PADA / Penghasilan kena pajak takbir Pertama.
6. Membaca hamdalah (alhamdulillah) SEBELUM membaca shalawat.
7. Menyempurnakan Bacaan shalawat PADA takbir Ketiga, sebagai berikut:

أللهم صل علي سيدنامحمد وعلي أل سيدنا محمد كما صليت علي سيدنا إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم وبارك علي سيدنا محمد وعلي أل سيدنا محمد كما باركت علي سيدنت إبراهيم وعلي أل سيدنا إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
8. Membaca do'a Penghasilan kena pajak takbir keempat sebagai berikut: allahumma la tahrimna ajrohu (ajroha - kalau Mayit Perempuan) wala taftinna ba'dahu. waghfir lana walahu.

اللهم لاتحرمنا أجره ولاتفتنا بعده واغفر لنا وله

9. Menyempurnakan doa
10. Menyempurnakan salam kedua: Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
11. Dilakukan di masjid.


IV. DOA solat Jenazah Penghasilan kena pajak takbir KEEMPAT LENGKAP

Tata Cara dan Doa solat Jenazah hearts
poin saya Sudah Sah Dan mencukupi. Kalau Ingin memperpanjang Bacaan hearts SETIAP takbir, Andari can be mengikuti PANDUAN hearts poin III . Untuk review Bacaan do'a PADA / Penghasilan kena pajak takbir keempat Yang LEBIH Sempurna, Andari can be membaca do'a berikut:

اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه وأكرم نزوله ووسع مدخله واغسله بماء وثلج وبرد ونقه من الخطابا كما ينقي الثوب الأبيض من الدنس وأبدله دارا خيرا من داره وأهلا خيرا من أهله وزوجا خيرا من زوجه وقه فتنة القبر وعذاب النار اللهم اغفر لحينا وميتنا وشاهدنا وغائبنا وصغيرنا وكبيرنا وذكرنا وأنثانا

أللهم من أحييته منا فأحيه علي الإسلام ومن توفيته منا فتوفه علي الإيمان
اللهم هذا عبدك وابن عبدك خرج من روح الدنيا وسعتها ومحبوبها وأحبائها فيها bergabung di ظلمة القبر وما هو لاقيه كان يشهدأن لاإله إلا أنت وأن محمدا عبدك ورسولك وأنت أعلم به

أللهم نزل بك وأنت منزول به وأصبح خير فقيرا bergabung di رحمتك وأنت غني عن عذابه وقد جئناك راغبين إليك شفعاء له

أللهم إن كان محسنا فزده في إحسانه وإن كان مسيئا فتجاوز عنه ولقه برحمتك الأمن من عذابك تبعثه bergabung di جنتك يا أرحم الراحمين
. Pensyariatan Shalat Ghaib

Bila Jenazah berada di Tempat Yang JAUH Dan TIDAK Terjangkau, disyariatkan untuk review melakukan shalat ghaib. Bentuk shalatnya sama DENGAN shalat Jenazah biasa, bedanya Tanpa kehadiran Jenazah. Namun para fuqaha BERBEDA Pendapat TENTANG pensyariatan menshalati Jenazah Yang ghaib / TIDAK berada di negeri kitd.
  1. Pendapat Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah

    TIDAK boleh shalat ghaib. Sedangkan shalat ghaib Yang dikerjakan Oleh Nabi SAW PT KARYA CIPTA PUTRA differences Jenazah Raja An-Najasyi Adalah Variabel argumen penanganan ATAU pengkhususan (untuk review beliau Saja). Saat ITU shalatnya makruh.
  1. Pendapat Asy-Syafi'i dan Al-Hanabilah

    Dibolehkan shalat differences mayat Yang TIDAK berada di Tempat Tinggal kitd (ghaib), meski jaraknya Dekat Dan TIDAK berada di Arakh kiblat. Maka buat Yang melakukan shalat ghaib Penyanyi differences wajib menghadap kiblat. Dasarnya Adalah hadits berikut Penyanyi: Dari Jabir ra. bahwa Rasulullah SAW shalat melakukan Jenazah untuk review Raja An-Najasyi DENGAN melakukan takbir 4 Kali. (HR Muttafaqun Alaihi).

    Imam Ahmad meriwayatkan hadits also Yang sama Dari Abi Hurairah ra, demikian also Dari An-Nasa'i Serta At-Tirmizy. Silahkan lihat hearts kitab Nailul Authar jilid 4 Halaman 48 Dan seterusnya.

    Namun kebolehan melakukan shalat Jenazah Penyanyi * Menurut Al-Hanabilah Hanya can dilakukan selama sebulan Saja sejak Kematian Seseorang. Rentang Waktu Penyanyi sama DENGAN Rentang Waktu Yang dibolehkan untuk review melakukan shalat Jenazah di hearts kuburnya. Sebab Beroperasi Sales manager, hearts Penghasilan kena pajak Rentang Waktu sebulan, Jenazah di hearts Kubur Sudah TIDAK can dipastikan Lagi keutuhannya. (silahkan rujuk Ke Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu Oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili jilid 2 Halaman 1532).
2. Rukun Shalat Jenazah Dalam Pandangan Fuqaha

Ada Sedikit Perbedaan Pendapat di Kalangan ulama TENTANG Jangka Waktu rukun shalat Jenazah.
  1. Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun shalat Jenazah Hanya doa Saja. Pertama, mengucapkan takbir empat dalam Kali ,. Lalu Yang Kedua Adalah Berdiri. Maka hearts mazhab Penyanyi, Niat shalat Jenazah, membaca Al-Fatihah, membaca shalawat maupun membaca doa untuk review Jenazah Yang sedang dishalatkan TIDAK termasuk rukun shalat, melainkan Hanya sunnah Saja.
  1. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa rukun shalat Jenazah Ada Lima. [1] Niat, [2] Mengucapkan 4 takbir, [3] Mendoakan Mayit di sela-sela takbir, [4] Salam Dan [5] Berdiri (Bila mampu). Maka hearts mazhab Penyanyi, membaca Al-Fatihah Dan shalawat ditunjukan kepada Nabi SAW TIDAK termasuk rukun shalat.
  1. Adapun Al-Hanabilah Dan As-Syafi'iyah mengatakan bahwa rukun shalat Jenazah ADA 7 buah. [1] Niat, [2] Mengucapkan 4 takbir, [3] Membaca Surat Al-Fatihah Penghasilan kena pajak takbir Yang Pertama, [4] Bershalawat ditunjukan kepada Rasulullah SAW Penghasilan kena pajak takbir kedua (Al-Hanabilah mengatakan bahwa shalawatnya Adalah shalawat Ibrahimiyah, Yaitu shalalat ditunjukan kepada Nabi Ibrahim Dan keluarganya), [5] Mendoakan Mayit Penghasilan kena pajak takbir Ketiga DENGAN lfaz (Allahummaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fuanhu), [6] Salam Dan [7] Berdiri (Bila mampu).
3. Tata Cara Shalat Jenazah

Para fuqafa Sepakat membolehkan shalat Jenazah Beroperasi massal DENGAN Sekali shalat, meskipun menshalatkan Beroperasi Sendiri-Sendiri LEBIH Utama. Shalat Jenazah Penyanyi dianjurkan untuk review dilakukan DENGAN berjamaah DENGAN menyusun Barisan (shaf) Yang LEBIH Rapat, KARENA TIDAK Harus dibuatkan jarak pagar antar shaf untuk review ruku 'dan sujud. Sebab shalat Jenazah Adalah shalat Tanpa ruku Dan sujud, kecuali Hanya empat dalam Kali takbir Dan diakhiri DENGAN salam.

Imam mengumandangkan takbir Pertama diikuti makmum. Lalu masing-masing membaca surat Al-Fatihah DENGAN sirr (TIDAK dikeraskan) meski dilakukan PADA Malam hari.

Lalu imam bertakbir untuk review Yang Kedua kalinya diikuti Oleh para makmum. Penghasilan kena pajak ITU masing-masing membaca shalawat ditunjukan kepada Nabi Muhammad SAW. Lafaz shalawatnya Yang dianjurkan Adalah lafaz seperti hearts tasyahhud Yaitu "Allahumma Shalli ala Muhammad wa ala aali Muhammad, kamaa shallaita 'ala Ibrahim wa' ala aali Ibrahim. Wa barik ala Muhammad wa 'ala aali Muhammad, kama barakta' ala aali Ibrahim wa alaa aali Ibrahim ".

Penghasilan kena pajak ITU imam bertakbir Lagi untuk review Yang Ketiga kalinya diikuti Oleh makmum. Penghasilan kena pajak ITU masing-masing membaca doa untuk review mayyit. TIDAK ADA lafaz Yang wajib diikuti namun dianjurkan membaca "Allahumaghfirlahu warhamhu wa 'afihi wa'fuanhu ATAU Allahumaghfir lihayina wa mayyitina. Innaka hamiidun majid".

Penghasilan kena pajak ITU imam bertakbir Lagi untuk review Yang keempat kalinya Dan diikuti makmum. Penghasilan kena pajak takbir keempat, hearts mazhab As-Syafi'i masing-masing membaca doa berikut "Allahuma Laa Tahrimna Ajrahu, Wa Laa Taftinna ba'dahu Waghfirlana wa lahu". Disunnahkan untuk review memperpanjang doa Penghasilan kena pajak takbir Yang keempat Penyanyi.

Penghasilan kena pajak ITU salam Dan selesailah shalat Jenazah berjamaah ITU.

4. Sunnah-sunnah shalat Jenazah
  1. Disunnahkan untuk review melakukan shalat Jenazah Beroperasi berjamaah Dan MEMBUAT shaf Menjadi Tiga baris minimal. Hadits Berdasarkan: "Orang Yang dishalatkan DENGAN Tiga shaf diampuni dosanya," hearts berbaring disebutkan Riwayat, "Sudah diwajibkan untuk review diampuni dosanya" (HR Khallal DENGAN sanadnya Dan At-Tirmizy mengatakan bahwa hadits Penyanyi hasan, also Riwayat Abu Daud Dan Tirmizy).

    Disunnahkan untuk review meluruskan shaf ITU sebagaimana Perbuatan Nabi. Namun boleh also melakukan shalat Jenazah Sendiri-Sendiri, sebab PT KARYA CIPTA PUTRA ketika Rasulullah SAW wafat, dishalatkan Beroperasi Sendiri-Sendiri Oleh para shahabat.
  1. Mengangkat kedua serbi SETIAP takbir, kecuali Al-Malikiyah Yang mengatakan bahwa Yang disunnahkan Hanya PADA takbir Pertama.
  1. Meletakkan serbi PADA Di Bawah dada di sela-sela takbir * Menurut As-Syafi'i. ATAU di Bawah pusar * Menurut Al-Hanabilah.
  1. TIDAK disunnahkan membaca doa iftitah, kecuali membaca ta'awwuz (auzu billahi minasysyaithanirrajim) SEBELUM membaca surat Al-Fatihah Dan also disunnahkan mengucapkan "Aamien" setelahnya.
  1. * Menurut As-Syafi'iyah, disunnah mengucapkan hamdalah SEBELUM bershalawat ditunjukan kepada nabi SAW Dan mendoakan orang-orangutan muslim Penghasilan kena pajak shalawat.
  1. Al-Hanabilah menyunnahkan untuk review TIDAK Bubar Hingga Jenazah diangkat.

Penjelasan Singkat Shalat Ghaib

MediaMuslim.Info - Ibnul Qayyim rahimahullah hearts menjelaskan Kitab Zaadul Ma'aad (I / 205-206) Perihal shalat ghaib, "Bukan Petunjuk Dan sunnah Rasululloh ShalAllohu 'alaihi wa sallam untuk review mengerjakan shalat ghaib Bagi SETIAP orangutan Yang Meninggal Dunia. Sebab, Cukup Banyak kaum muslimin Yang Meninggal Dunia sedangkan mereka JAUH Dari Rasululloh, namun beliau TIDAK menshalatkan mereka DENGAN shalat ghaib.
Dan diriwayatkan Beroperasi shahih Dari beliau bahwa beliau has menshalatkan shalat Jenazah differences sebuah Najasyi. Lalu Muncul Perbedaan Pendapat Mengenai HAL tersebut hearts Tiga jalan:
Pertama , Yang demikian ITU merupakan syari'at Sekaligus sunnah Bagi ummat Islam untuk review mengerjakan shalat ghaib differences SETIAP muslim Yang Meninggal Dunia di Tempat Yang JAUH. Dan HAL ITU merupakan Pendapat asy Syafi'i Dan Ahmad.
Kedua , Abu Hanifah Dan Malik mengemukakan, 'Yang demikian ITU KHUSUS baginya Saja Dan TIDAK untuk review Yang lainnya'.
Ketiga , Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, " Yang Benar Adalah bahwa orangutan Yang bertempat Tinggal JAUH Dan Meninggal Dunia di Suatu gatra Yang TIDAK ADA Seorang pun Yang menshalatkan di gatra tersebut, Maka dia Perlu dishalatkan DENGAN shalat ghaib, sebagaimana Yang PERNAH Oleh dilakukan Nabi ShalAllohu 'alaihi wa sallam differences jenasah seorang Najasyi, Karena Dia Meninggal di Tengah-Tengah orang-orangutan kafir Dan TIDAK ADA yang menshalatkannya.

Seandainya dia Sudah dishalatkan di Tempat dia Meninggal Dunia, Maka dia TIDAK dishalatkan DENGAN shalat ghaib differences jenazahnya. Sebab, Kewajiban ITU has gugur DENGAN shalatnya kaum muslimin differences Dirinya.
Dan Nabi mengerjakan shalat ghaib Dan meninggalkannya. Sedang APA Yang dikerjakan Dan APA Yang beliau Tinggalkan merupakan sunnah. Dan Penyanyi menempati porsinya masing-masing. Hanya Alloh Yang Maha Tahu.  Dalam madzhab Ahmad, Terdapat Tiga Pendapat Dan Yang memucat shahih diantaranya Adalah DISETOR Penyanyi ' "
Syaikh al Albani also menjelaskan TENTANG HAL Yang berkaitan DENGAN shalat ghaib hearts Ahkaamul Janaa-iz," ..., Maka JIKA ADA Seorang muslim Meninggal di shalat Satu gatra, Lalu Kewajiban shalat Jenazah differences Dirinya Sudah ditunaikan, Maka TIDAK Perlu Lagi Orang Lain Yang berada di gatra berbaring untuk review mengerjakan shalat ghaib untuknya. Dan JIKA dia mengetahui bahwa Yang Meninggal tersebut TIDAK dishalatkan KARENA adanya rintangan ATAU Alasan Yang menghalanginya, Maka disunnahkan untuk review menshalatkannya Dan HAL ITU TIDAK boleh ditinggalkan KARENA jarak pagar Yang JAUH "

Tentang Menulis Ilmu

Ilmu merupakan harta tak ternilai yang dimiliki manusia. Allah ta’ala telah meninggikan orang-orang yang mempunyai ilmu beberapa derajat dibandingkan selain mereka, sebagaimana firman-Nya :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” [QS. Al-Mujaadilah : 11].
Salah satu sarana untuk memelihara ilmu adalah dengan menulisnya. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ
Ikatlah ilmu dengan kitab (yaitu : dengan menulisnya)” [Hadits shahih dengan keseluruhan jalannya sebagaimana diterangkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 2026].
Berikut akan dituliskan beberapa atsar dari salaf yang berkaitan tentang penulisan ilmu :
أَخْبَرَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ الْأَخْنَسِ، قَالَ: حَدَّثَنِي الْوَلِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ يُوسُفَ بْنِ مَاهَكَ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: كُنْتُ أَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ أَسْمَعُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرِيدُ حِفْظَهُ، فَنَهَتْنِي قُرَيْشٌ، وَقَالُوا: تَكْتُبُ كُلَّ شَيْءٍ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَشَرٌ يَتَكَلَّمُ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَاءِ؟ فَأَمْسَكْتُ عَنْ الْكِتَابِ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَوْمَأَ بِإِصْبَعِهِ إِلَى فِيهِ، وَقَالَ: ” اكْتُبْ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، مَا خَرَجَ مِنْهُ إِلَّا حَقٌّ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Musaddad : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa, dari ‘Ubaidullah bin Al-Akhnas, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Waliid bin ‘Abdillah, dari Yuunus bin Maahik, dari ‘Abdullah bin ‘Amru, ia berkata : “Dulu aku aku menulis semua yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam untuk aku hapalkan. Namun orang-orang Quraisy melarangku. Mereka berkata : ‘Engkau menulis semua yang engkau dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam hanyalah manusia biasa yang berbicara dalam keadaan marah dan ridlaa ?’. Akupun berhenti menulis, dan kemudian aku sebutkan hal itu kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau mengisyaratkan dengan jarinya ke mulutnya seraya bersabda : ‘Tulislah. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya. Tidaklah keluar darinya melainkan kebenaran” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 501; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ahmad 2/164 & 192, Al-Haakim 1/105-106, dan yang lainnya].
ثنا وَكِيعٌ، حَدَّثَنِي الْمُنْذرُ بْنُ ثَعْلَبَةَ، عَنْ عِلْبَاءَ، قَالَ: قَالَ عَلِيٌّ عَلَيْهِ السَّلامُ: ” مَنْ يَشْتَرِي مِنِّي عِلْمًا بِدِرْهَمٍ “؟ قَالَ أَبُو خَيْثَمَةَ: يَقُولُ: ” يَشْتَرِي صَحِيفَةً بِدِرْهَمٍ يَكْتُبُ فِيهَا الْعِلْمَ “
Telah menceritakan kepada kami Wakii’ : Telah menceritakan kepadaku Al-Mundzir bin Tsa’labah, dari ‘Ilbaa’, ia berkata : Telah berkata ‘Aliy ‘alaihis-salaam : “Siapakah yang mau membeli ilmu dariku dengan dirham ?”. Ibnu Abi Khaitsamah berkata : “(Maksudnya) ’Aliy berkata : ‘Membeli kertas dengan dirham, lalu ia tulis padanya ilmu” [Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb dalam Al-‘Ilm no. 149; shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilm no. 167-168].
أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى، حَدَّثَنِي ثُمَامَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ: أَنَّ أَنَسًا رَضِيَ اللهُ عَنْهُ كَانَ يَقُولُ لِبَنِيهِ: ” يَا بَنِيَّ قَيِّدُوا هَذَا الْعِلْمَ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Muslim bin Ibraahiim : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-Mutsannaa : Telah menceritakan kepadaku Tsumaamah bin ‘Abdillah bin Anas : Bahwasannya Anas radliyallaahu ‘anhu pernah berkata kepada anak-anaknya : “Wahai anak-anakku, ikatlah ilmu ini (dengan tulisan)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 508; hasan].
ثنا وَكِيعٌ، عَنْ أَبِي كِيرَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ الشَّعْبِيَّ، قَالَ: ” إِذَا سَمِعْتَ شَيْئًا فَاكْتُبْهُ وَلَوْ فِي الْحَائِطِ “
Telah menceritakan kepada kami Wakii’, dari Abu Kiiraan, ia berkata : Aku mendengar Asy-Sya’biy berkata : “Apabila engkau mendengar sesuatu (ilmu), maka catatlah meskipun pada dinding” [Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-‘Ilmu no. 146; shahih. Diriwayatkan juga Ad-Duulabiy dalam Al-Kunaa no. 1632].
أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبٍ، أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ الْغَازِ، قَالَ: ” كَانَ يُسْأَلُ عَطَاءُ بْنُ أَبِي رَبَاحٍ، وَيُكْتَبُ مَا يُجِيبَ فِيهِ بَيْنَ يَدَيْهِ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Syujaa’ : Telah mengkhabarkan kepadaku Muhammad bin Syu’aib : Telah mengkhabarkan kepada kami Hisyaam bin Al-Ghaaz, ia berkata : ‘Athaa’ bin Abi Rabbaah pernah ditanya, dan kemudian ditulis jawabannya di hadapannya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 523; shahih].
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَوْنٍ، أَخْبَرَنَا فُضَيْلٌ، عَنْ عُبَيْدٍ الْمُكْتِبِ، قَالَ: ” رَأَيْتُهُمْ يَكْتُبُونَ التَّفْسِيرَ عِنْدَ مُجَاهِدٍ
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Amru bin ‘Aun : Telah mengkhabarkan kepada kami Fudlail, dari ‘Ubaid Al-Muktib, ia berkata : “Aku melihat mereka menulis tafsir di sisi Mujaahid” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 519; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Ma’iin dalam Hadiits-nya riwayat Abu Bakr Al-Marwaziy no. 86].
أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ، قَالَ: ” يَعِيبُونَ عَلَيْنَا الْكِتَابَ، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Sulaimaan bin Harb : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Ayyuub, dari Abu Maliih, ia berkata : “Mereka mencelaku karena aku menulis ilmu/hadits. Padahal Allah ta’ala telah berfirman : “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab” (QS. Thaha : 52)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 506; shahih].
Sebagaimana dikatakan Abu Maliih Al-Hudzaliy (seorang tabi’iy pertengahan, tsiqah), memang benar ada sebagian salaf yang tidak menyukai menuliskan ilmu/hadits. Berikut riwayatnya :
أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا الْجُرَيْرِيُّ، عَنْ أَبِي نَضْرَةَ، قَالَ: قُلْتُ لِأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَلَا تُكَتِّبُنَا، فَإِنَّا لَا نَحْفَظُ ؟، فَقَالَ: ” لَا، إِنَّا لَنْ نُكَتِّبَكُمْ، وَلَنْ نَجْعَلَهُ قُرْآنًا، وَلَكِنْ احْفَظُوا عَنَّا كَمَا حَفِظْنَا نَحْنُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Yaziid bin Haaruun : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Jurairiy, dari Abu Nadlrah, ia berkata : Aku pernah berkata kepada Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu : “Tidakkah engkau menuliskan sesuatu kepada kami, karena kami tidak menghapalnya ?”. Ia menjawab : “Tidak, kami tidak akan menuliskan bagi kalian. Dan kami tidak akan menjadikannya (seperti) Al-Qur’an (yang tertulis). Akan tetapi, hapalkanlah dari kami sebagaimana kami menghapalnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 478; shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal 2/216, Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 19-27, dan ‘Abdullah Al-Anshaariy dalam Dzammul-Kalaam wa Ahlihi 3/240].
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ عِيسَى النَّاقِدُ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ حَمْدَانَ بْنِ مَالِكٍ الْقَطِيعِيُّ، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا مَرْوَانُ الْفَزَارِيُّ، عَنْ أَبِي مَالِكٍ، عَنْ أَبِي الشَّعْثَاءَ الْمُحَارِبِيُّ، أَنَّ ابْنَ مَسْعُودٍ، كَرِهَ كِتَابَ الْعِلْمِ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Al-Hasan bin ‘Iisaa An-Naaqid : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakr Ahmad bin Ja’far bin Hamdaan bin Maalik Al-Qathii’iy : Telah menceritakan kepada kami Ja’far bin Muhammad Al-Firyaabiy : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’iid : Telah menceritakan kepada kami Marwaan Al-Fazaariy, dari Abu Maalik, dari Abusy-Sya’tsaa’ Al-Muhaaribiy : Bahwasannya Ibnu Mas’uud membenci penulisan ilmu [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 28; shahih].
أَخْبَرَنَا ابْنُ رَزْقَوَيْهِ، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا حَنْبَلٌ، حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ الْقَوَارِيرِيُّ، حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ أَسْلَمَ، حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ هِلالٍ، عَنْ أَبِي بُرْدَةَ، قَالَ: كَتَبْتُ حَدِيثَ أَبِي مُوسَى أَنَا وَمَوْلَى لَنَا، قَالَ: فَظَنَّ أَنِّي أَكْتُبُ حَدِيثَهُ، فَقَالَ ” يَا بُنَيَّ أَتَكْتُبُ حَدِيثِي “؟ قُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: ” جِئْنِي بِهِ “، قَالَ: فَأَتَيْتُهُ بِهِ، فَنَظَرَ فِيهِ، فَمَحَاهُ، وَقَالَ: ” يَا بُنَيَّ احْفَظْ كَمَا حَفِظْتُ “.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Razqawaih : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Utsmaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami Hanbal : telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Umar Al-Qawaaririy : Telah menceritakan kepada kami Sahl bin Aslam : Telah menceritakan kepada kami Humaid bin Hilaal, dari Abu Burdah, ia berkata : Aku dan maulaku pernah menulis hadits Abu Muusaa. Lalu ia (Abu Muusaa) mengira aku menulis haditsnya. Ia pun berkata : “Wahai anakku, apakah engkau menulis haditsku ?”. Aku menjawab : “Ya, benar”. Ia berkata : “Berikanlah kepadaku tulisanmu itu”. Aku pun menyerahkannya kepadanya, ia pun melihat tulisanku itu, kemudian menghapusnya. Abu Muusaa berkata : “Wahai anakku, hapalkanlah (dariku) sebagaimana aku menghapalnya (dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam)” [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 33; hasan].
حدثنا أَبُو مُسْهِرٍ، قَالَ: حَدَّثَنِي الْمُنْذِرُ بْنُ نَافِعٍ، قال: سَمِعْتُ إِدْرِيسَ بْنَ أَبِي إِدْرِيسَ، يَقُولُ: قَالَ لِي أَبِي: ” أَتَكْتُبُ مِمَّا تَسْمَعُ مِنِّي؟ فَقُلْتُ: نَعَمْ، قَالَ: فَأْتِنِي بِهِ. فَأَتَيْتُهُ بِهِ فَخَرَّقَهُ “
Telah menceritakan kepada kami Abu Mus-hir, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Al-Mundzir bin Naafi’, ia berkata : Aku mendengar Idriis bin Abi Idriis berkata : Ayahku pernah berkata kepadaku : “Apakah engkau menulis apa-apa yang engkau dengar dariku ?”. Aku menjawab : “Benar”. Ia berkata : “Berikanlah tulisan itu kepadaku”. Lalu akupun memberikannya kepadanya, kemudian ia menyobeknya” [Diriwayatkan oleh Abu Zur’ah dalam At-Taariikh no. 784, dan darinya Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 53; shahih].
أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ يَحْيَى، نا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ، نا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، نا إِسْحَاقُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الطَّالْقَانِيُّ، قَالَ: قُلْتُ لِجَرِيرٍ يَعْنِي ابْنَ عَبْدِ الْحَمِيدِ، ” أَكَانَ مَنْصُورٌ يَعْنِي ابْنَ الْمُعْتَمِرِ يَكْرَهُ كِتَابَ الْحَدِيثِ؟ قَالَ: نَعَمْ، مَنْصُورٌ، وَمُغِيرَةُ، وَالأَعْمَشُ كَانُوا يَكْرَهُونَ كِتَابَ الْحَدِيثِ “
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Yahyaa : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Umar bin Muhammad : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin ‘Abdil-‘Aziiz : Telah mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Ismaa’iil Ath-Thalqaaniy, ia berkata Aku berkata kepada Jariir bin ‘Abdil-Hamiid : “Apakah Manshuur bin Al-Mu’tamir membenci penulisan hadits ?”. Ia menjawab : “Benar. Manshuur, Mughiirah, dan Al-A’masy membenci penulisan hadits” [Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’ no. 370; shahih. Diriwayatkan juga oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 63].
Sikap sebagian salaf yang membenci penulisan hadits/ilmu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya :
1.      Kekhawatiran akan tersibukkannya mereka terhadap tulisan tersebut sehingga melalaikan Al-Qur’an. Di antara riwayat yang menunjukkan hal tersebut antara lain :
أَخْبَرَنِي أَبُو الْفَتْحِ عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ عُمَرَ بْنِ خَلَفٍ الرَّزَّازُ، أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ الْبُرُوجِرْدِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ وَهْبٍ الْحَافِظُ، فِي سَنَةِ ثَمَانِ وَثَلاثِ مِائَةٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلانِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ الْفِرْيَابِيُّ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ سَعِيدٍ الثَّوْرِيُّ، عَنْ مَعْمَرِ بْنِ رَاشِدٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، أَنَّهُ أَرَادَ أَنْ يَكْتُبَ السُّنَنَ فَاسْتَخَارَ اللَّهَ شَهْرًا، فَأَصْبَحَ وَقَدْ عَزَمَ لَهُ، ثُمَّ قَالَ: ” إِنِّي ذَكَرْتُ قَوْمًا كَانُوا قَبْلَكُمْ كَتَبُوا كِتَابًا فَأَقْبَلُوا عَلَيْهِ وَتَرَكُوا كِتَابَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ “
Telah mengkhabarkan kepadaku Abul-Fath ‘Abdul-Malik bin ‘Umar bin Khalaf Ar-Razzaaz : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin Sa’iid Al-Buruujardiy : Telah menceritakan kepada kami Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Wahb Al-Haafidh pada tahun 309 H : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khalaf Al-‘Asqalaaniy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yuusuf Al-Firyaabiy : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin Sa’iid Ats-Tsauriy, dari Ma’mar bin Raasyid, dari Az-Zuhriy, dari ‘Urwah bin Az-Zubair, dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dari ‘Umar bin Al-Khaththaab : Bahwasannya ia bermaksud hendak menuliskan sunnah-sunnah, kemudian ia beristikharah kepada Allah selama sebulan, lalu setelah itu ia pun bertekad untuk benar-benar melaksanakannya. Ia berkata : “Sesungguhnya aku pernah menyebutkan satu kaum sebelum kalian yang menulis kitab. Lalu mereka berpaling pada kitab tersebut dan meninggalkan Kitabullah ‘azza wa jalla” [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 68 dengan sanad shahih].
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْحَافِظُ، ثنا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي دَاوُدَ، ثنا رَوْحُ بْنُ عُبَادَةَ، ثنا ابْنُ جُرَيْجٍ، أَخْبَرَنِي الْحَسَنُ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، أَنَّ ابْنَ عَبَّاسٍ كَانَ يَنْهَى عَنْ كِتَابِ الْعِلْمِ، وَأَنَّهُ قَالَ: ” إِنَّمَا أَضَلَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْكُتُبُ “
Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Abdillah Al-Haafidh : Telah menceritakan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ya’quub bin Abi Daawud[1] : Telah menceritakan kepada kami Rauh bin ‘Ubaadah : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij : Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Hasan bin Muslim, dari Sa’iid bin Jubair : Bahwasannya Ibnu ‘Abbaas melarang penulisan ilmu, dan ia berkata : “Yang menyesatkan orang-orang sebelum kalian hanyalah kitab-kitab” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal no. 736 dengan sanad shahih].
 حدثني أبي : قال : حدثنا ابن علية . قال : إنما كرهوا الكتاب . لأن من كان قبلكم اتخذوا الكتب , فأعجبوا بها ، فكانوا يكرهون أن يشتغلوا بها عن القرآن
Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, ia berkata : “Mereka (sebagian salaf) hanyalah membenci kitab-kitab karena orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kitab-kitab (sebagai pegangan), lalu mereka pun kagum padanya. Mereka (sebagian salaf) membenci bahwa hal itu akan menyibukkan mereka dari Al-Qur’an” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Al-‘Ilal no. 2731; shahih].
2.      Kekhawatiran akan ketergantungan terhadap kitab sehingga melemahkan hapalan mereka. Telah lewat beberapa riwayat di atas tentang anjuran untuk menghapalkan ilmu/hadits dari salaf. Ada beberapa riwayat lain yang menunjukkan hal itu antara lain :
أَخْبَرَنَا ابْنُ رَزْقَوَيْهِ، أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ، حَدَّثَنَا حَنْبَلُ بْنُ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنِي أَبُو عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ، قَالَ: بِئْسَ الْمُسْتَودِعُ الْعِلْمَ الْقَرَاطِيسَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Ibnu Razqawaih : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Utsmaan bin Ahmad : Telah menceritakan kepada kami Hanbal bin Ishaaq : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Sa’iid, dari Sufyaan Ats-Tsauriy, ia berkata : “Sejelek-jelek tempat penyimpanan ilmu adalah kertas” [Diriwayatkan oleh Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 85 dengan sanad shahih].
Atas riwayat ini, Al-Khathiib rahimahullah berkomentar :
وَكَانَ سُفْيَانُ يَكْتُبُ، أَفَلا تَرَى أَنَّ سُفْيَانَ ذَمَّ الاتِّكَالِ عَلَى الْكِتَابِ وَأَمَرَ بِالْحِفْظِ، وَكَانَ مَعَ ذَلِكَ يَكْتُبُ احْتِيَاطًا وَاسْتِيثَاقًا
“Namun Sufyaan sendiri menulis. Tidakkah engkau lihat bahwasannya Sufyaan mencela bergantung pada kitab dan memerintahkan untuk menghapalnya ? – dan bersamaan dengan itu, ia pun menulis sebagai kehati-hatian dan membantu ketelitian” [Taqyiidul-‘Ilmi, hal. 62].
Di antara salaf, ada yang menulis untuk menghapalnya; dan jika telah hapal, mereka pun menghapusnya.
أَخْبَرَنَا عَفَّانُ بْنُ مُسْلِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ عَتِيقٍ، أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ سِيرِينَ كَانَ لا يَرَى بَأْسًا أَنْ يَكْتُبَ الْحَدِيثَ، فَإِذَا حَفِظَهُ مَحَاهُ “
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Affaan bin Muslim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Zaid, dari Yahyaa bin ‘Atiiq : Bahwasannya Muhammad bin Siiriin memandang tidak mengapa menulis hadits. Apabila telah menghapalnya, ia menghapusnya” [Diriwayatkan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqaat 7/101; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ar-Raamahurmuziy dalam Al-Muhaddits Al-Faashil no. 371 dan Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 90].
حدثني أبي، قال: حدثنا وكيع، قال: حدثنا الأعمش، عن إبراهيم، قال: قال مسروق لعلقمة: اكتب لي النظائر، قال: أما علمت أن الكتاب يكره، قال: إنما أتعلمه، ثم أمحاه، قال: لا بأس.
Telah menceritakan kepadaku ayahku, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Wakii’, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Ibraahiim, ia berkata : Masruuq pernah berkata kepada ‘Alqamah : “Tuliskanlah untukku yang semisalnya”. ‘Alqamah berkata : “Tidakkah engkau mengetahui bahwa penulisan itu dibenci ?”. Masruuq berkata : “Ia hanyalah aku pergunakan untuk belajar (menghapalnya) saja, kemudian aku akan menghapusnya”. ‘Alqamah berkata : “Tidak mengapa dengannya” [Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad dalam Al-‘Ilal no. 242 dengan sanad shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’ no. 359 dan Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 86].
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ هَانِئٍ، نا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ، نا حَجَّاجٌ، قَالَ: سَمِعْتُ شُعْبَةَ، يَقُولُ: قَالَ خَالِدٌ الْحَذَّاءُ: ” مَا كَتَبْتُ حَدِيثًا قَطُّ إِلا حَدِيثًا طَوِيلا، فَإِذَا حَفِظْتُهُ مَحَوْتُهُ “
Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Haani’ : Telah mengkhabarkan kepada kami Ahmad bin Hanbal : Telah mengkhabarkan kepada kami Hajjaaj, ia berkata : Aku mendengar Syu’bah berkata : Telah berkata Khaalid Al-Hadzdzaa’ : “Aku tidak menulis hadits sedikitpun, kecuali hadits yang panjang. Apabila aku telah menghapalnya, aku pun menghapusnya” [Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d no. 1265; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ramaahurmuziy dalam Al-Muhaddits Al-Faashil no. 374 dan Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 88].
3.      Kekhawatiran bahwasannya kitab ilmu itu akan disalahgunakan.
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يُوسُفَ، وَعُبَيْدُ اللَّهِ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ نُعْمَانَ بْنِ قَيْسٍ، أَنَّ عَبِيدَةَ دَعَا بِكُتُبِهِ فَمَحَاهَا عِنْدَ الْمَوْتِ، وَقَالَ: ” إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَلِيَهَا قَوْمٌ، فَلَا يَضَعُونَهَا مَوَاضِعَهَا “
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin Yuusuf dan ‘Ubaidullah, dari Sufyaan, dari Nu’maan bin Qais : Bahwasannya ‘Ubaidah pernah meminta kitab-kitabnya lalu menghapusnya menjelang kematiannya, lalu ia berkata : “Sesungguhnya aku khawatir ia akan jatuh pada satu kaum, dimana mereka tidak menempatkannya pada tempat yang semestinya” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 481; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Syaibah 9/17, Ibnu Sa’d 6/63, Abu Khaitsamah dalam Al-‘Ilm no. 112, dan Al-Khathiib dalam Taqyiidul-‘Ilmi no. 95-96].
Seandainya ilmu itu benar-benar tidak tercatat dan dibukukan, betapa banyak kita akan kehilangannya.
وَأُخْبِرْتُ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ، قَالَ: قَالَ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، أَخْبَرَنِي صَالِحُ بْنُ كَيْسَانَ، قَالَ: ” اجْتَمَعْتُ أَنَا وَالزُّهْرِيُّ، وَنَحْنُ، نَطْلُبُ الْعِلْمَ فَقُلْنَا نَكْتُبُ السُّنَنَ قَالَ: وَكَتَبْنَا مَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ثُمَّ قَالَ نَكْتُبُ مَا جَاءَ عَنِ الصَّحَابَةِ فَإِنَّهُ سَنَّةٌ، قَالَ: قُلْتُ إِنَّهُ لَيْسَ بِسُنَّةٍ فَلا نَكْتُبُهُ، قَالَ: فَكَتَبَ وَلَمْ أَكْتُبْ فَأَنْجَحَ وَضَيَّعْتُ،
Aku telah mengkhabarkan dari ‘Abdurrazzaaq, ia berkata : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar : telah mengkhabarkan kepadaku Shaalih bin kaisaan, ia berkata : “Aku pernah berkumpul bersama Az-Zuhriy, dan kami sedang mencari ilmu. Kami berkata : ‘Kita akan menulis sunnah-sunnah’. Ia (Az-Zuhriy) berkata : ‘Kita akan menulis apa yang datang dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam’. Ia melanjutkan : ‘Dan kita juga akan menulis apa-apa yang datang dari para shahabat, karena ia merupakan sunnah juga’. Aku berkata : ‘Ia bukan merupakan sunnah, maka kita jangan menulisnya’. Ia (Az-Zuhriy) tetap menulisnya, sedangkan aku tidak. Ia berhasil (menjaga sunnah para shahabat), sedangkan aku kehilangan (sunnah para shahabat)” [Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d 2/446; shahih. Diriwayatkan juga oleh Abu Zur’ah dalam At-Taariikh no. 966].
أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ شُجَاعٍ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ شُعَيْبِ بْنِ شَابُورٍ، أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ سُلَيْمَانَ بْنِ أَبِي السَّائِبِ، عَنْ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ، أَنَّهُ حَدَّثَهُ، قَالَ: كَتَبَ هِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ إِلَى عَامِلِهِ أَنْ يَسْأَلَنِي عَنْ حَدِيثٍ، قَالَ رَجَاءٌ: ” فَكُنْتُ قَدْ نَسِيتُهُ لَوْلَا أَنَّهُ كَانَ عِنْدِي مَكْتُوبًا “
Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Syujaa’ : Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Syu’aib bin Syaabuur : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-Waliid bin Sulaimaan bin Abis-Saaib, dari Rajaa’ bin Haiwah, bahwasannya ia telah menceritakan kepadanya, ia berkata : “Hisyaam bin ‘Abdil-Malik pernah menulis kepada pegawainya untuk menanyakan kepadaku tentang hadits”. Rajaa’ melanjutkan : “Niscaya aku lupa hadits itu seandainya ia tidak tertulis di sisiku” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 522; shahih. Diriwayatkan juga oleh Abu Zur’ah dalam At-Taariikh no. 793].
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَسَّانَ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُسْلِمٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ دِينَارٍ، قَالَ: كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِلَى أَهْلِ الْمَدِينَةِ: ” أَنْ انْظُرُوا حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاكْتُبُوهُ، فَإِنِّي قَدْ خِفْتُ دُرُوسَ الْعِلْمِ وَذَهَابَ أَهْلِهِ “
Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hassaan : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-‘Aziiz bin Muslim, dari ‘Abdullah bin Diinaar, ia berkata : ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz menulis surat penduduk Madiinah : “Hendaknya kalian periksa hadits Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, lalu tulislah. Karena sesungguhnya aku khawatir (hilangnya) pelajaran ilmu dan meninggalnya ulama” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 505; shahih].
أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الْمَجِيدِ، حَدَّثَنَا سَوَادَةُ بْنُ حَيَّانَ، قَالَ: سَمِعْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ قُرَّةَ أَبَا إِيَاسٍ، يَقُولُ: كَانَ يُقَالُ: ” مَنْ لَمْ يَكْتُبْ عِلْمَهُ، لَمْ يَعُدْ عِلْمُهُ عِلْمًا “
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin ‘Abdil-Majiid : Telah menceritakan kepada kami Sawaadah bin Hayyaan, ia berkata : Aku mendengar Mu’aawiyyah bin Qurrah Abu Iyaas berkata : “Dahulu dikatakan : ‘Barangsiapa yang tidak menuliskan ilmunya, maka ilmunya itu tidak akan kembali menjadi ilmu (yang dapat dimanfaatkan – karena hilang)” [Diriwayatkan oleh Ad-Daarimiy no. 507; shahih. Diriwayatkan juga oleh Ar-Ramaahurmuziy dalam Al-Muhaddits Al-Faashil no. 341-342 dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 2/302].
Dan akhirnya,…. artikel ini saya tutup dengan riwayat berikut :
ثنا إِسْحَاقُ بْنُ سُلَيْمَانَ الرَّازِيُّ، قَالَ: سَمِعْتُ حَنْظَلَةَ، يُحَدِّثُ عَنْ عَوْنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: ” قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ: يُقَالُ: إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ عَالِمًا، فَكُنْ عَالِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ، فَكُنْ مُتَعَلِّمًا، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ مُتَعَلِّمًا فَأَحِبَّهُمْ، فَإِنْ لَمْ تُحِبَّهُمْ فَلا تَبْغُضْهُمْ، فَقَالَ عُمَرُ: ” سُبْحَانَ اللَّهِ ! لَقَدْ جَعَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهَ مَخْرَجًا “
Telah menceritakan kepada kami Ishaaq bin Sulaimaan Ar-Raaziy, ia berkata : Aku mendengar Handhalah menceritakan hadits dari ‘Aun bin ‘Abdillah, ia berkata : Aku pernah berkata kepada ‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz : “Dikatakan : Apabila engkau sanggup menjadi seorang yang ‘aalim (ulama), maka jadilah orang yang ‘aalim. Jika engkau tidak sanggup menjadi orang yang ‘aalim, jadilah muta’allim (penuntut ilmu). Apabila engkau bukanlah seorang muta’allim, maka cintailah mereka (ulama dan penuntut ilmu). Jika engkau tidak mencintai mereka, minimal engkau tidak membenci mereka”. ‘Umar berkata : “Subhaanallaah, sungguh Allah ‘azza wa jalla telah menetapkan baginya jalan keluar” [Diriwayatkan oleh Abu Khaitsamah dalam Al-‘Ilm no. 2; shahih].
Semoga ada manfaatnya.